Dari Calo Hingga Penuntasan "Hasrat Sex" di Atas Kapal Feri. -->

close
Klik 2x untuk menutup(x)
Selamat Datang Daeng Kajang di Kota Makassar

Dari Calo Hingga Penuntasan "Hasrat Sex" di Atas Kapal Feri.

Mengikuti Penyeberangan Pelabuhan Bajoe- Pelabuhan Kolaka, Sultra.


Pelabuhan Bajoe, Kabupaten Bone , berada di Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone. Pelabuhan ini memiliki peranan penting sebagai salah satu pelabuhan penyeberangan yang  menghubungkan antara Sulsel dan Sultra.

Berbagai cerita pun mewarnai penyeberangan antar Pelabuhan Bajoe-Pelabuhan Kolaka, mulai dari calo tiket, calo kamar di atas kapal, hingga penumpang kapal feri yang memanfaatkan kamar ABK untuk menuntaskan hasrat seksnya.

  ****

Malam kian larut, Jumat malam, 10 Mei lalu, sekitar pukul 22.00 wita, aktivitas di Pelabuhan Bajoe tak jua surut. Pelabuhan ini disesaki tak hanya penumpang yang hendak ke Kabupaten Kolaka, Sultra, penjaja asongan pun saling bersaing satu sama lainnya untuk menjajakan dagangannya di dermaga maupun di atas kapal yang hendak berangkat ke Kolaka,  Sultra. Demikian pula para calo di Pelabuhan Bajoe ini.

Calo tiket sudah ramai di depan pintu gerbang Pelabuhan Bajoe atau warga sekitar menyebutnya pintu palang pertama. Umumnya, calo sudah menunggu di pintu gerbang dengan kendaraan sepeda motornya. Mereka pun berusaha mendekati dan menawarkan jasanya kepada para calon  penumpang.

Selain di pintu gerbang masuk pelabuhan, calo tiket juga berada  di dalam pelabuhan, keberadaan mereka sebelum  pintu penjagaan atau di pintu palang kedua atau pemeriksaan tiket saat akan  memasuki dermaga,  serta di pangkalan pemberhentian  kendaraan penumpang di dalam pelabuhan.

Penulis misalnya, ditawari oleh calo tiket yang berada di dekat pintu palang kedua atau pintu pemeriksaan tiket. Mengetahui calon penumpang tidak memiliki tiket, calo pun mencoba menawari jasa untuk membelikan tiket penyebarangan.

Keuntungan yang diperoleh calo dari setiap tiket yang ditawarkan kepada para calon penumpang, beragam. Calo pun menawarkan harga tiket mulai dari Rp 75 ribu hingga Rp 80 ribu. Setiap tiket yang dijualnya, para calo memiliki keuntungan dari Rp 5.000 Hingga 20.000. Tergantung kesepakatan antara calon penumpang dan calo tersebut. Yang pastinya, calo pun menawarkan harga tiket di atas harga tiket yang sebenarnya.

Padahal, harga tiket yang tertera pada karcis penyebarangan di Pelabuhan Bajoe sebesar Rp 62 ribu,  yang terdiri atas pembayaran jasa pelabuhan Rp 2.600, jasa angkutan sebesar Rp 57.300, serta jasa asuransi sebesar Rp 2.000.

Hanya saja, pembayaran yang seharusnya dibayarkan oleh calon penumpang hanya Rp 62.00 dibulatkan oleh penjual tiket dari pihak PT ASDP sebesar Rp 65 ribu. Belum lagi, jika melalui jasa calo tiket, penumpang membelinya dari harga Rp 70 ribu  hingga Rp 80 ribu.

Tak hanya calo tiket di Pelabuhan Bajoe, calo pun bermunculan di atas kapal. Selain calo penyewaan tikar, terdapat pula calo penyewaan kamar ABK di atas kapal. Untuk penyewaan tikar, para calo menawarkan mulai dari harga Rp 20 ribu hingga 30 ribu. Sedangkan, tarif yang ditawarkan calo kamar, yaitu Rp 200 ribu.

Hal itu pula yang Penulis temui saat berada di Kapal Motor Penumpang (KMP) Mishima. Calo penyewaan kamar itu sendiri merupakan warga di sekitar Pelabuhan Bajoe yang sudah mengenal dan dikenal oleh sejumlah ABK di atas kapal.

Untuk calo penyewaan kamar ABK itu, sangatlah mudah ditemui, karena penumpang yang akan naik dan sudah berada di atas kapal dihampiri oleh calo tersebut. Sesekali calo itu berteriak sambil menghampiri penumpang."Kamar pak, kamar bu, ada kamar kosong,"teriaknya.

Selain menunggu penumpang  saat hendak naik di atas kapal, para calo tersebut berlalu lalang di tengah keramaian para penumpang. Bahkan,
Penulis pun ditawarkan  jasa penyewaan kamar oleh para calo."Mau kamar yah, ada kamar yang dipersewakan,"jelas salah seorang calo, yang menghampiri penulis

Di atas kapal yang penuh sesak, bagi penumpang kelas ekonomi memanfaatkan berbagai titik dan sudut kapal untuk ditempati tidur, walapun hanya beralaskan  tikar yang sebelumnya disewakan oleh calo tikar di atas kapal. Untuk penyewaan tikar di atas kapal para calomematok harga Rp 30 hingga Rp 35 ribu.

Perjalanan pelayaran  kapal feri, umumnya menempuh waktu 7 hingga 8 jam. Kapal Motor Penumpang (KMP) Mishima yang penulis tumpangi, bertolak meninggalkan Pelabuhan Bajoe, sekitar pukul 23.00 wita. Selama penyeberangan itu, penumpang pun biasanya menyewa kamar ABK.

Untuk penyewaan kamar itu, calo tersebut menawarkan tarif Rp 200 ribu. Tarif itu masih dapat ditawar tergantung kesepakatan antara penumpang dan calo. Fasilitas kamar itu pun dilengkapi pula Air Conditioner (AC) dan tempat tidur. Informasi yang dihimpun, calo penyewaan kamar ABK itu berbagi keuntungan dengan pemilik kamar, yang tak lain merupakan ABK di atas kapal.

Disinyalir kamar ABK yang disewakan di atas kapal tersebut, dimanfaatkan bagi pasangan yang bukan suami-istri untuk menuntaskan hasrat seksnya di dalam kamar tersebut. Bak kentut, terasa namun tak terlihat. Demikian pula untuk hal tersebut.

Berbagai cerita tentang hal itu sudah bukan menjadi rahasia lagi bagi penumpang yang kerap menggunakan kapal feri untuk melakukan penyeberangan ke Pelabuhan Kolaka, Sultra. Demikian pula sebaliknya. Salah seorang warga Kabupaten Bone, Ardi, mengaku pernah memanfaatkan kamar ABK untuk menuntaskan hasrat seksnya dengan perempuan yang dia kenal sebelumnya saat berada di pelabuhan, yang juga merupakan penumpang di atas kapal.

Dia pun menceritakan pengalamannya, saat itu dia berkenalan dengan seorang perempuan di Pelabuhan Kolaka saat mereka sama-sama menunggu pemberangkatan kapal. Tak lama kemudian, kata dia, perkenalan antara dia dan penumpang itu semakin akrab saat kapal sedang mengarungi Teluk Bone. "Diawali dari cerita biasa, kemudian merayunya. Dari awalnya hanya cerita biasa kemudian berlanjut saling berpelukan,"kata dia.

Kemudian, kata dia, keakraban itu berlanjut ke dalam kamar ABK yang disewanya dan menuntaskan hasrat seksnya. Menurutnya, ia memanfaatkan kelengahan calo kamar yang tidak selektif serta menerima siapa saja yang akan menyewa kamar ABK tersebut.

Walaupun ditanya oleh calo, kata dia, ia hanya mengaku pasangan suami istri, apalagi tidak diharuskan untuk memperlihatkan surat nikah. Dia menambahkan, penumpang lain pun tidak menaruh curiga, karena keberadaan kamar ABK itu berada di bagian bawah kapal dan melalui lorong yang sempit dan harus melalui anak tangga.

Hal senada diungkapkan salah seorang penumpang KMP Mishima, Wahyu. Menurutnya, kamar ABK yang dipersewakan itu bukan menjadi rahasia lagi kalau kerap digunakan penumpang yang bukan pasangan suami istri untuk menuntaskan hasrat seksnya.

Biasanya, kata dia, itu dilakukan oleh sesama para penumpang kapal, yang sebelumnya sudah akrab dan menjalin perkenalan sebelumnya di pelabuhan atau di atas bus. Jika ada kesepakatan untuk menuntaskan hasrat seksnya, biasanya mereka menyewa kamar ABK.

Dia menambahkan, penuntasan hasrat seks di atas kapal feri dengan memanfaatkan kamar ABK, sulit dideteksi oleh penumpang lainnya. Hal itu, kata dia, karena kamar ABK itu tidak dipantau secara langsung oleh para penumpang lainnya, sehingga  sangat sulit untuk diketahui.

Wahyu mengatakan, tidak dipungkiri memang ada penumpang atau pasangan muda-mudi yang kerap menyewa kamar ABK, padahal mereka bukanlah pasangan suami istri. Para ABK yang disewakan kamarnya pun tak ambil pusing, apa yang dilakukan penumpang di dalam kamarnya, apalagi kamar tersebut dapat dikunci dari dalam oleh penyewa kamar itu sendiri.

Pantauan penulis di kamar ABK KMP Mishima saat penyeberangan dari Pelabuhan Bajoe ke Pelabuhan Kolaka, Sultra, di kapal feri ini terdapat sekitar 8 kamar, ada  yang terkunci rapat dari dalam, selain yang sudah tergembok dari luar. Ukuran kamar pun diperkirakan 2 x 3 meter.

Sementara itu,  keberadaan calo tiket penyebarangan di Pelabuhan Kolaka, Sultra, hampir sama dengan cara bekerja calo yang ada di Pelabuhan Bajoe. Demikian pula untuk calo kamar ABK.

Di atas KMP Kota Bumi misalnya, yang akan bertolak dari Pelabuhan Kolaka, Sultra ke Pelabuhan Bajoe, Kabupaten Bone, Sulsel, pada Minggu petang, 12 Mei lalu. Penulis pun mendapatkan penawaran calo  penyewaan kamar ABK di atas kapal ini.

Hanya saja, Nahkoda KMP Kota Bumi, Hasan Muslimin, saat dikonfirmasi terkait calo kamar tersebut, membantah adanya aktifitas calo tersebut. Bahkan, kata dia, untuk ABK yang bekerja di KMP Kota Bumi dilarang untuk mempersewakan kamarnya kepada para penumpang. Apalagi, jelas dia, itu sudah tertuang dalam kesepakatan Perjanjian Kerja Laut (PKL) antara ABK kapal dan pihak perusahan pemilik kapal.

Menurut dia, kalau pun ada penumpang yang berada di dalam kamar, itu merupakan keluarga dari ABK, dan itu juga harus dilaporkan kepada perwira di atas kapal. "Kalau kamar ABK yang dipersewakan kepada penumpang tentu akan menganggu aktifitas kerja ABK itu sendiri, karena kamar itu diperuntukkan sebagai tempat istirahat bagi ABK,"jelasnya.

Hanya saja, pernyataan Nahkoda ini terkait tidak adanya calo kamar dan larangan ABK untuk mempersewakan kamarnya, berbanding terbalik dengan pantauan penulis. Pasalnya, terdapat sejumlah penumpang di dalam kamar ABK, baik yang sudah berkeluarga maupun yang belum.

Kamar ABK di KMP Kota Bumi umumnya tidak menggunakan pintu, tetapi kain gorden. Hanya ada dua kamar yang memiliki pintu, yaitu kamar nahkoda dan satunya milik perwira kapal di KMP Kota Bumi. Terdapat sekitar 20 lebih kamar ABK di atas kapal feri tersebut.

Saat disinggung terkait penggunaan kamar ABK oleh penumpang yang bukan pasangan suami istri yang memanfaatkan kamar ABK untuk menuntaskan hasrat seksnya, Nahkoda KMP Kota Bumi ini,mengakui kalau persoalan menuntaskan hasrat sex di atas kapal oleh penumpang tersebut, tidak dipungkirinya memang ada.

Tetapi, ujar dia, itu  sekitar 10 tahun yang lalu. Hal itu dilakukan sesama penumpang saja, yang sebelumnya sudah berkenalan di atas bus atau di pelabuhan. "Biasanya antar sesama penumpang bus atau sopir dengan penumpangnya,"ujar dia.

Kepala Cabang PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Bajoe, A Mashuri, saat dikonfirmasi terkait aktifitas calo tiket di Pelabuhan Bajoe, mengatakan, mereka itu bukan calom akan tetapi adalah warga sekitar yang menawarkan tiket kepada calon penumpang.

Tetapi, pihaknya sudah menghimbau kepada para calon penumpang untuk tidak membeli tiket selain di penjualan tiket resmi. A Mashuri juga berjanji akan mencari kebenaran informasi terkait harga tiket yang dijual petugas penjualan tiket yang menjual tidak sesuai dengan harga tiket yang tertera pada tiket.